Daftar Isi [Tampil]
KHUTBAH JUM’AT
Oleh : Muh.
Munir Fauzi, S.Pd
اَلْحَمْدُِللهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُبِااللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وِمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا. مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
اَشْهَدُ اَنْ لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللّهُمَّ صَلِّى عَلىَ مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ وَصَحـْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُونَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
(3:102)
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا
اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا 4:1
|
Ikhwatal Iman rahimakumullah... jamaah shalat jum’at yang berbahagia.
Selanjutnya, izinkanlah khatib mengingatkan kita semua termasuk diri
khotib sendiri untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena tidak ada bekal terbaik yang dapat
menyelamatkan kita dalam kehidupan di dunia dan akhirat kelak kecuali taqwa.
Tidak ada pula derajat kemuliaan yang pantas disematkan kepada seseorang
kecuali derajat ketaqwaan... Inna
akramakum indallahi atqakum... Dengan taqwa kepada Allah inilah kita
berupaya menjalani kehidupan sehari-hari kita.
Khotbah yang ingin saya sampaikan hari ini saya awali
dengan dua ayat :
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ اْلأَلِيْمُ. ,
artinya : “Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih” (QS.15
Al Hijr 49-50).
Ada dua pengertian yang paradox bisa kita tangkap dari
ayat tersebut, yaitu :
Pertama, siksa dan azab Allah SWT sangat pedih
Kedua, Allah SWT sangat Pengasih dan Penyayang lebih
daripada siapa saja yang berhati kasih sayang, dan pasti akan mengampuni
dosa-dosa hamba-Nya betapapun besarnya jika ia mau bertaubat.
Dan ini yang paling dominan dalam ayat tersebut,
karenanya didahulukan penyebutannya, apalagi kalau dilihat dari أَسْبَابُ اْلنُّزُوْلِ , yaitu : “Rasulullah SAW melewati sekelompok sahabatnya yang sedang
tertawa bersenda gurau, beliau menegurnya : اَتَضْحَكُوْنَ وَذَكَرَ الْجَنَّةَ
وَالنَّارُ بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ “Kalian
tertawa dan menyebut-nyebut sorga, padahal neraka berada di depan kalian ?”,
Kemudian datanglah Jibril dan berkata : Wahai Muhammad sungguh Allah SWT
berfirman : “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang …”.
Ayat tersebut memberikan optimisme dan harapan kepada
kita, bahwasanya tidak ada dosa betapapun besarnya – kecuali syirik – yang
tidak akan terampuni jika kita mau bertaubat, apalagi penjelasan dan janji
Allah tersebut diperkuat oleh hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW, seperti, artinya : “Ketika Allah menciptakan makhluk. Ditulisnya sebuah
tulisan di atas singgasana-Nya : sungguh rahmat-Ku mendahului kemarahan-Ku.
Dalam sebuah riwayat disebutkan : Sungguh rahmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku”
Sesuai dengan firman Allah
قُلْ لِّمَنْ مَّا فِي السَّمَوَاتِ
وَاْلأَرْضِ قُلْ ِللهِ كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ َ , artinya : “Katakanlah: “Kepunyaan
siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah”.
Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang …” (QS.6 Al-An’am 12).
Jadi, salah dan dosa adalah sesuatu yang wajar
terjadi, dan itu dengan tegas disampaikan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam
hadits di bawah ini yang artinya : “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, seandainya kalian semua tidak ada yang berbuat dosa, niscaya
kalian semua akan dibinasakan kemudian akan diciptakan suatu bangsa yang
berbuat dosa, tapi, kemudian mohon ampun kepada Allah SWT, dan Allah mengampuni
mereka” (HR. Muslim).
Hadits di atas menyadarkan kita, bahwa dosa adalah
sesuatu yang wajar terjadi, yang terpenting adalah upaya menyadari kesalahan
dan bertaubat.
Rasulullah SAW bukan hanya bisa menyuruh, tapi beliau
juga memberi contoh dan melakukannya, sebagaimana hadits ini
يَآأيُهَا
النَّاسُ تُوْبُوْا إِلىَ اللهِ فَإِنِّي اَتُوْبُ إِلَيْهِ ِفي الْيَوْمِ مِأَتَة
مَرَّة ,
artinya : “Wahai manusia, bertaubatlah kalian
kepada Allah, sungguh saya bertaubat kepada-Nya seratus kali setiap harinya”
(HR. Muslim). “Karenanya, yakinlah bahwa Allah SWT pasti mengampuni
dosa-dosa kita dengan rahmat dan belas kasih-Nya, dan itu modal masuk surga”.
Sampai di sini kita bisa memahami bahwasanya taubat dan
harapan adalah semisal pelampung dan timah pemberat. Pelampung agar kita tidak
tenggelam kedalam kepesimisan dan keputus-asaan, sementara timah pemberat akan
menyelamatkan kita dari kesombongan yang itu adalah bentuk lain dari dosa dan
kemaksiatan, dan dengan kesombongan membuat Iblis terlaknat selamanya. Untuk
itu Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sebuah sabdanya, yang artinya : “Amal
seseorang tidak akan mengantarkannya masuk surga, tidak Anda ya Rasulullah ?
Kata sahabat. Beliau menjawab : tidak juga saya, kecuali Allah meliputi dan
memenuhiku dengan ampunan dan rahmat” (Muttafaq alaih).
Ya Allah,
semoga Engkau ampuni Dosa-dosa kami dan terimalah ibadah kami, kemudian
masukkanlah kami ke dalam surga-Mu dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, karena
sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi sangat Penyayang lebih dari siapa saja
yang berhati pengasih dan penyayang. Amin
Hubungan Antara Dosa Dan Bencana
Oleh: Muh. Munir Fauzi, S.Pd
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِي اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
Ma’assyiral
muslimin, rahimakumullah.
Pada
kesempatan yang mulia ini, marilah kita meningkatkan kualitas diri kita
sehingga mampu menggapai makna takwa yang sesungguhnya, takwa yang berdasar
pada lubuk hati kita, takwa yang membuat kita sadar bahwa segala yang kita
lakukan hanya akan berarti jika diorientasikan untuk mengabdi kepada Allah, dan
takwa yang membuat kita tidak mempunyai tujuan lain dalam kehidupan ini kecuali
mencari ridha-Nya.
Dalam khutbah Jum’at kali ini saya akan
membahas tentang hubungan antara dosa
dan bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam
Al-Qur’an. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41
yang berbunyi:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Kebanyakan orang memandang berbagai macam
musibah yang menimpa manusia hanya dengan logika berpikir yang bersifat
rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya becana alam
berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan
lain-lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara
rasional sebab-sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang
menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat,
sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan aman, tenteram dan sejahtera,
hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional manusia. Sehingga,
solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama
yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh
kebaikan dan kepadaNya lah dikembalikan segala urusan.
Bila umat manusia masih terus menerus
menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-laranganNya, maka bencana
demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti sehingga
mereka betul-betul bertaubat kepada Allah.
Ikhwani fid-din rahimakumullah.
Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita.
Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara terbuka dan merata di
tengah-tengah masyarakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi demikian
juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras
menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi
serta pembunuhan tanpa alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari.
Pertanyaannya sekarang, mengapa segala
kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas
muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang agung dari
Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik
oleh individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab
dan paling mampu untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan
efisien. Karena pemerintah memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan,
meskipun kewajiban mengingkari kemungkaran itu merupakan kewajiban setiap
individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ.
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian
melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu
ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim).
Namun harus diketahui bahwa memberantas
kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya dilakukan oleh individu-individu,
karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi. Sehingga kewajiban
amar ma’ruf nahi mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif oleh
pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu
, khalifah umat Islam yang ketiga: “Sesungguhnya
Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan
Al-Qur’an”
Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar
merupakan salah satu tugas utama sebuah pemerintahan, sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu Taimiyah: 171-173).
“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu Taimiyah: 171-173).
Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar
itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka sebagai akibatnya Allah akan
menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang yang melakukan
kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ
بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ
لَيُوْشَكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ
فَلاَ يُسْتَجَابَ لَكُمْ.
Artinya: “Demi Allah yang diriku berada di
tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari
yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, lalu kalian
berdo’a namun tidak dikabulkan”.
Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari
rahmat Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan demikian supaya bangsa ini bisa
keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala bidang dan
selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan
para pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan
mungkar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah
Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan-larangan dalam seluruh aspek kehidupan.
Demikianlah khutbah singkat ini kami sampaikan dan
marilah kita berdoa kepada Allah SWT...semoga ada manfaatnya untuk kita semua
dan mudah-mudahan kita dijadikan sebagai hamba yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT. Amin3x...
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Salah satu
dimensi kebesaran Nabi Ibrahim ialah besarnya pengorbanan yang ditunjukkan
kepada Allah melalui ketulusannya dalam mengorbankan putra kesayangannya. Nabi
Isma’il lahir setelah melalui penantian yang cukup panjang dari keluarga
ini.Kisah keluarga Nabi Ibrahim sarat akan pesan-pesan moral. Nabi Ibrahim
adalah simbol bagi manusia yang rela mengorbankan apa saja demi mencapai
keridhaan Tuhan, rela menyembelih anaknya, bahkan rela mengorbankan diri dalam
kobaran api.
Setiap orang
mempunyai kelemahan terhadap sesuatu yang dicintainya. Kelemahan Ibrahim
terletak pada anak kesayangannya yang sudah lama didambakannya, dan dari sini
pula kembali diuji Tuhan berupa godaan setan, tetapi Nabi Ibrahim lulus dari
ujian itu. Ia secara tulus dan ikhlas mau mengorbankan putra kesayangannya.Nabi
Isma’il adalah simbol bagi sesuatu yang paling dicintai dan sekaligus
berpotensi melemahkan dan menggoyahkan iman, simbol bagi sesuatu yang dapat
membuat kita enggan menerima tanggung jawab.
Simbol bagi
sesuatu yang dapat mengajak kita untuk berpikir subyektif dan berpendirian
egois. Tegasnya, simbol bagi segala sesuatu yang dapat menyesatkan kita.Mari
kita mengintrospeksi dan mengukur diri kita masing-masing.
Seandainya kita adalah figur “Ibrahim”, sudahkah kita memperoleh iman
setangguh beliau? Sudahkah kita menunjukkan pengorbanan yang optimal ke
jalan-jalan yang diridhai Tuhan?
Jika kita
misalnya berada di puncak karir, sudah relakah kita mengorbankan segalanya demi
mempertahankan prinsip-prinsip ajaran yang dianut?“Nabi Isma’il” simbol bagi
sesuatu yang amat kita cintai, sudah barang tentu kita semua memiliki sesuatu
yang dicintai. Boleh jadi “Isma’il-Isma’il” kita berbentuk harta kekayaan,
semisal kendaraan baru, rumah mewah, jabatan penting, deposito, atau kekayaan
lainnya. Apakah kita sudah rela mengorbankannya untuk mencapai tujuan hidup
yang sebenarnya, yaitu mencapai ridha Tuhan?
Jika kita
sebagai suami, sudah sanggupkah kita meniru ketangguhan iman Nabi Ibrahim,
mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya, demi mengamalkan perintah Tuhan?
Jika kita sebagai istri, sudah sanggupkah kita meniru ketabahan dan ketaatan
Hajar, merelakan suaminya menjalankan perintah Tuhan dan menghargai jiwa besar
anaknya? Jika kita sebagai anak, sudahkah kita memiliki idealisme yang tangguh
setangguh Nabi Isma’il yang rela menjadi korban untuk suatu tujuan mulia?
Kisah-kisah
yang ditampilkan Al-Qur’an sangat patut menjadi pembelajaran buat kita semua.
Nabi Ibrahim melahirkan anak paling sejati dalam Al-Qur’an (Q.S. 37. al-Shaffat
: 102). Ia bukan hanya anak biologis, melainkan sekaligus anak spiritual.
Bandingkan dengan putra Nabi Nuh, meskipun ia seorang putra biologis Nabi,
tetapi ia menjadi pembangkang dan kufur. Itulah sebabnya ia dicap hanya sebagai
anak biologis, tetapi bukan anak spiritual ayahnya (Q.S.11. Hud : 46).
Fir’aun adalah
sosok manusia paling angkuh yang tersebut dalam al-Qur’an, tetapi isterinya
mendapatkan pujian sebagai isteri salehah yang beriman (Q.S. 66 At-Tahrim :
11). Bandingkan dengan istri paling pengkhianat dalam Al-Qur’an ternyata istri
Nabi Luth dan Nabi Nuh (Q.S. 66 At-Tahrim : 10). Ini merupakan pelajaran
penting buat kita bahwa kehebatan atau kelemahan sosok figur dalam keluarga
bukan jaminan bagi keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Semoga anak
keturunan kita tidak hanya menjadi anak keturunan biologis kita, tetapi
sekaligus anak keturunan spiritual kita. Semoga istri/suami kita bukan hanya
istri/suami biologis kita, melainkan sekaligus istri/suami spiritual kita.Hari
raya Idul Adha ini juga momentum yang baik untuk mempersiapkan generasi
milenium ketiga, suatu generasi yang betul-betul terpilih (the chosen people)
atau umat pilihan (khairu ummah) menurut istilah Al-Qur’an (Q.S. 4 Ali Imran :
110).
Al-Qur’an
memberikan warning bagi kita agar tidak meninggalkan generasi lemah dan tidak
punya daya saing :
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا“
Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
generasi yang lemah… “ (Q.S. An-Nisa : 9)Sebaliknya, Al-Qur’an memberikan dorongan untuk mempersiapkan generasi yang
betul-betul professional, memiliki kemampuan kompetisi yang handal, generasi yang
kuat dan terpercaya, sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an :
إِنَّ خَيْرَ
مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِينُ“
….sesungguhnya
generasi yang paling baik yang kamu pilih untuk bekerja ialah generasi yang
kuat lagi dapat dipercaya” (Q.S. 28 Al-Qashash : 26)
Generasi
al-qawiyy al-amin menurut ulama Tafsir ialah generasi yang sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki berbagai kecerdasan, keterampilan, dan keunggulan, di
samping kejujuran dan amanah. Dengan demikian, generasi untuk milenium ketiga
ialah generasi al-qawiyy al-amin, yakni generasi tangguh dan
terpercaya.Prasyarat untuk mencapai umat ideal (khairu Ummah) ialah
terbentuknya pribadi-pribadi utuh dan keluarga-keluarga tangguh sebagai cikal
bakal warga umat.
Sulit
membayangkan umat yang ideal tanpa pribadi utuh dan keluarga yang sakinah.
Itulah sebabnya Al-Qur’an dan hadis lebih banyak berbicara tentang
pembentukan pribadi dan keluarga, bukannya banyak berbicara tentang masyarakat
dan negara.Keluarga sakinah sebagai cikal bakal umat dan warga bangsa yang
ideal merupakan obsesi Al-Qur’an.
Keluarga
sakinah hanya dapat diwujudkan melalui institusi perkawinan sah dan Allah SWT
melarang keras perzinahan. Itulah sebabnya perkawinan dalam Islam, menurut Imam
syafi’i, bukan sekedar kontrak sosial (‘aqd al tamlik), melainkan juga memiliki
makna sakral (‘aqd al ‘ibadah). Institusi perkawinan menuntut berbagai syarat
dan ketentuan agar rumah tangga yang terbentuk kelak melahirkan
generasi-generasi pilihan. Keluarga dan rumah tangga yang normal dan utuh berpotensi
melahirkan generasi yang tangguh, sebaliknya keluarga dan rumah tangga yang
berantakan berpotensi melahirkan generasi yang lemah.
Wajarlah
kiranya jika Rasulullah pernah mengingatkan bahwa, “Sesuatu yang halal tetapi
paling dibenci Allah ialah perceraian” Perceraian adalah lambang kegagalan
sebuah rumah tangga.
KHUTBAH JUM’AT “LIMA PESAN RASULULLAH SAW.”
OLEH : MUH. MUNIR FAUZI, S.Pd
اَلْحَمْدُِللهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُبِااللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وِمِنْ
سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ
يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
اَشْهَدُ اَنْ لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللّهُمَّ صَلِّى عَلىَ مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ وَصَحـْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُونَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
(3:102)
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا
اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا 4:1
|
Ikhwatal Iman rahimakumullah... jamaah shalat jum’at yang berbahagia.
Selanjutnya, izinkanlah khatib mengingatkan kita semua termasuk diri
khotib sendiri untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena tidak ada bekal terbaik yang dapat
menyelamatkan kita dalam kehidupan di dunia dan akhirat kelak kecuali taqwa.
Tidak ada pula derajat kemuliaan yang pantas disematkan kepada seseorang
kecuali derajat ketaqwaan... Inna
akramakum indallahi atqakum... Dengan taqwa kepada Allah inilah kita
berupaya menjalani kehidupan sehari-hari kita.
Ikhwatal
Iman rahimakumullah... jamaah shalat jum’at yang
berbahagia
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad diceritakan bahwa ketika hari keberangkatan Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman telah tiba, Muadz berpamitan kepada Rasulullah saw dan para sahabat lainnya. Rasa berat meninggalkan kampung halaman apalagi harus berpisah dengan Rasul membuatnya menangis. Rasul kemudian bertanya: “Mengapa engkau menangis?”. Muadz menjawab: “Wahai Rasulullah, aku menangis karena akan-berpisah-denganmu”.
Menghadapi kenyataan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada Muadz . Beliau bersabda:
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad diceritakan bahwa ketika hari keberangkatan Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman telah tiba, Muadz berpamitan kepada Rasulullah saw dan para sahabat lainnya. Rasa berat meninggalkan kampung halaman apalagi harus berpisah dengan Rasul membuatnya menangis. Rasul kemudian bertanya: “Mengapa engkau menangis?”. Muadz menjawab: “Wahai Rasulullah, aku menangis karena akan-berpisah-denganmu”.
Menghadapi kenyataan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada Muadz . Beliau bersabda:
لاَ تَجْزَعْ إِنَّ الْجَزَعَ مِنَ الشَّيْطَانِ يَامُعَاذُ إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَاكُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ يَامُعَاذُ اذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَ كُلِّ حَجَرٍ وَشَجَرٍ وَمَدَرٍ |
"Janganlah bersedih, karena sesungguhnya
bersedih itu datangnya dari syaitan. Wahai Muadz, bertaqwalah kepada Allah
dimanapun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan
akan menghapuskannya, dan berakhlaklah kepada orang lain dengan akhlak yang
baik. Wahai Muadz, ingatlah selalu kepada Allah azza wa jalla, baik ketika
berada di daerah bebatuan, daerah penuh pepohonan maupun daerah
perkotaan."
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk menjalani kehidupan dengan baik, Rasulullah saw berpesan lima hal yang juga merupakan pesan kepada ummatnya/kepada kita sekalian-dalam-kita-menjalani-hidup-ini.
Pertama, tidak Bersedih. Pada dasarnya kesedihan merupakan sesuatu yang wajar, karenanya hal ini ada pada setiap orang. Rasa sedih akan muncul ketika seseorang akan berpisah dengan orang yang dicintainya, apakah dengan sebab akan pergi lama atau kematian dan kehilangan apa yang dimiliki. Namun kesedihan bisa menjadi tidak wajar dan tidak bisa dibenarkan serta hal ini dianggap datangnya dari syaitan ketika dengan sebab sedih seseorang tidak mau pergi menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya atau ketika terjadi kematian orang yang dicintainya, ia tidak bisa menerima kenyataan itu atau bisa juga sedih karena kehilangan harta yang-membuatnya-menjadi-putus-asa.
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk menjalani kehidupan dengan baik, Rasulullah saw berpesan lima hal yang juga merupakan pesan kepada ummatnya/kepada kita sekalian-dalam-kita-menjalani-hidup-ini.
Pertama, tidak Bersedih. Pada dasarnya kesedihan merupakan sesuatu yang wajar, karenanya hal ini ada pada setiap orang. Rasa sedih akan muncul ketika seseorang akan berpisah dengan orang yang dicintainya, apakah dengan sebab akan pergi lama atau kematian dan kehilangan apa yang dimiliki. Namun kesedihan bisa menjadi tidak wajar dan tidak bisa dibenarkan serta hal ini dianggap datangnya dari syaitan ketika dengan sebab sedih seseorang tidak mau pergi menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya atau ketika terjadi kematian orang yang dicintainya, ia tidak bisa menerima kenyataan itu atau bisa juga sedih karena kehilangan harta yang-membuatnya-menjadi-putus-asa.
Oleh karena
itu, ketika Muadz bin Jabal nampak begitu sedih ketika akan berpisah dengan
Rasul dan para sahabat serta harus meninggalkan kota Makkah yang dicintainya,
beliau menyatakan bahwa kesedihan datangnya dari syaitan bila hal itu sampai
menyebabkan semakin berat langkah Muadz untuk menunaikan tugas. Laa Tajza’
dalam hadits di atas bisa dipahami sebagai tidak sabar terhadap sesuatu yang
menimpa yang membuat seseorang menjadi-sedih.
Kedua, Bertaqwa Dimana Saja. Taqwa adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dalam situasi dan kondisi apapun, bahkan dimanapun seseorang berada, ini merupakan kunci kemuliaan bagi manusia sehingga setiap mukmin harus berusaha untuk bertaqwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya taqwa. Allah swt menurunkan Al-Qur’an yang tidak diragukan sedikitpun kebenarannya agar menjadi petunjuk-untuk-mencapai-ketaqwaan.
Ketiga, Menghapus Keburukan Dengan Kebaikan. Sebagai manusia yang sering dikatakan sebagai makhluk yang tidak luput dari salah dan dosa, maka keburukan yang telah dilakukan tidak boleh menjadi kebiasaan apalagi sampai membentuk karakter kepribadian yang buruk. Oleh karena itu, setelah bertaubat dari kesalahan, setiap muslim harus menghapus dan menutupi kesalahan itu dengan kebaikan sehingga perbuatan baik mendominasi perjalanan hidup kita, bahkan sekalipun orang tidak bisa melupakan keburukan yang pernah kita lakukan tetap saja mereka-bangga-dengan-kebaikan-yang-sekarang-kita-lakukan.
Keempat Berakhlak Baik. Manusia antar satu dengan lainnya harus bergaul dan berinteraksi, karena itu, Nabi berpesan kepada Muadz yang juga berarti kepada kita semua agar kita bergaul dan mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, apalagi Allah swt mengutus Rasul untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam rangka mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, telah diatur dan dicontohkan bagaimana suami harus berakhlak baik kepada isterinya, begitu juga dengan isteri kepada suaminya. Orang tua harus berakhlak baik kepada anak, begitu juga dengan anak kepada orang tuanya dan begitulah seterusnya harus berakhlak baik kepada sesama manusia seperti kepada tamu, tetangga dan sebagainya. Akhlak yang baik pada diri manusia merupakan cermin dari keimanannya yang sempurna, karenanya menjadi amat penting untuk menunjukkan akhlak manusia dihadapan sesama manusia karena hal ini menjadi tolok ukur keimanan.
Kedua, Bertaqwa Dimana Saja. Taqwa adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dalam situasi dan kondisi apapun, bahkan dimanapun seseorang berada, ini merupakan kunci kemuliaan bagi manusia sehingga setiap mukmin harus berusaha untuk bertaqwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya taqwa. Allah swt menurunkan Al-Qur’an yang tidak diragukan sedikitpun kebenarannya agar menjadi petunjuk-untuk-mencapai-ketaqwaan.
Ketiga, Menghapus Keburukan Dengan Kebaikan. Sebagai manusia yang sering dikatakan sebagai makhluk yang tidak luput dari salah dan dosa, maka keburukan yang telah dilakukan tidak boleh menjadi kebiasaan apalagi sampai membentuk karakter kepribadian yang buruk. Oleh karena itu, setelah bertaubat dari kesalahan, setiap muslim harus menghapus dan menutupi kesalahan itu dengan kebaikan sehingga perbuatan baik mendominasi perjalanan hidup kita, bahkan sekalipun orang tidak bisa melupakan keburukan yang pernah kita lakukan tetap saja mereka-bangga-dengan-kebaikan-yang-sekarang-kita-lakukan.
Keempat Berakhlak Baik. Manusia antar satu dengan lainnya harus bergaul dan berinteraksi, karena itu, Nabi berpesan kepada Muadz yang juga berarti kepada kita semua agar kita bergaul dan mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, apalagi Allah swt mengutus Rasul untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam rangka mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, telah diatur dan dicontohkan bagaimana suami harus berakhlak baik kepada isterinya, begitu juga dengan isteri kepada suaminya. Orang tua harus berakhlak baik kepada anak, begitu juga dengan anak kepada orang tuanya dan begitulah seterusnya harus berakhlak baik kepada sesama manusia seperti kepada tamu, tetangga dan sebagainya. Akhlak yang baik pada diri manusia merupakan cermin dari keimanannya yang sempurna, karenanya menjadi amat penting untuk menunjukkan akhlak manusia dihadapan sesama manusia karena hal ini menjadi tolok ukur keimanan.
Kelima Selalu Berdzikir. Secara harfiyah, dzikir artinya mengingat, menyebut.
Orang yang berdzikir kepada Allah swt berarti orang yang ingat kepada Allah swt
yang membuatnya tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya. Ini berarti
dzikir itu bukan sekadar menyebut nama Allah, tapi juga menghadirkannya ke
dalam jiwa sehingga kita selalu bersama-Nya yang membuat kita menjadi terikat
kepada ketentuan-ketentuan-Nya. Bagi seorang muslim, berdzikir merupakan hal
yang amat penting, karenanya satu-satunya perintah Allah swt yang menggunakan
kata katsira (banyak) adalah
perintah dzikir kepada-Nya-sebagaimana-firman-Allah-swt:
يَآ يُّـهَـا الَّذِين اَمَنُوا
اذُكُـرُ اللهَ ذِكرًا كَثِيرُا
|
"Hai orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya"(QS-Al-Ahzab-[33]:41).
Untuk menggambarkan betapa penting dzikir bagi seorang muslim, Rasulullah saw sampai mengumpamakannya antara orang yang hidup dengan orang yang mati, ini berarti dzikir itu akan-menghidupkan-jiwa-seorang-muslim,
Untuk menggambarkan betapa penting dzikir bagi seorang muslim, Rasulullah saw sampai mengumpamakannya antara orang yang hidup dengan orang yang mati, ini berarti dzikir itu akan-menghidupkan-jiwa-seorang-muslim,
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم
بَارَكَ اللهُ فِى القُرآنِ
العَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَايَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ والذِّكرِ
الحَكِيم, اِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيم فَاستَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِيْ
وَلَكُمْ اِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيْم
|
|
Ma’asyiral muslimin jamah jum’at yang berbahagia ...!
Selanjutnya,
izinkanlah khatib mengingatkan kita semua termasuk diri khotib sendiri untuk
senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena tidak ada
bekal terbaik yang dapat menyelamatkan kita dalam kehidupan di dunia dan
akhirat kelak kecuali taqwa.
Saat ini
kita memasuki Tahun Baru Hijriyah ke 1435, dengan datangnya tahun baru Islam
ini, teringatlah kita dengan peristiwa hijrah Rasulullah SAW bersama para
sahabat dari kota Makkah ke Yatsrib. Peristiwa hijrah ini mengandung banyak
nilai yang perlu kita kenang dan kita kembangkan dalam rangka pembinaan diri
dan pembangunan umat sekarang dan yang akan datang. Bilamana kita telusuri kejadian demi kejadian
serta suasana ketika berlangsungnya hijrah, kita bersua dengan nilai-nilai
indah dan mengagumkan.
Nilai-nilai
yang perlu dijadikan mau’izhah yang sangat berharga, ialah antara lain
:
1.
Bahwa hijrah itu berlangsung atas izin Allah :
Allah
SWT berfirman :وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ
أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ
الْمَاكِرِينَ
artinya “Dan
ingatlah ketika orang-orang kafir Quraisy memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu/membunuhmu/mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS. 8 Al-Anfal 30).
Menurut
Ibnu Abi Hatim berdasarkan keterangan dari Ibnu Abbas bahwa ayat 30 surat Anfal
tersebut berkenaan dengan hasil rapat Pleno seluruh suku Quraisy yang bersepakat
untuk membunuh Nabi Muhammad. Maka datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad SAW
memerintahkan untuk tidak tidur di tempat tidurnya yang biasa, dan
memberitahukan tentang rencana perbuatan makar kaum kafir Quraisy. Maka
Rasulullah SAW pada malam itu tidak tidur di rumahnya, dan Allah
memerintahkan/memberi izin untuk meninggalkan kota Makkah ke Yatsrib.
2. Peranan Generasi Muda
Islam.
Peran Ali bin Abi Thalib dalam skenario Hijrah
sesuai perintah dan izin Allah itu besar sekali peranannya. Ali yang masih muda
beliau memiliki keberanian luar biasa, ikhlas, berani mati, menggantikan Nabi
Muhammad SAW tidur di rumah yang dikepung kafir Quarisy yang sudah merencanakan
pembunuhan terhadap pengikut Nabi, dan beliau selamat.
3. Membangun Masjid Yang Pertama
Dalam Islam.
Bangunan yang pertama-tama didirikan Rasulullah
ketika tiba di Quba + 17 km dari Madinah ialah sebuah masjid yang sampai
dengan sekarang diziarahi oleh setiap jama’ah haji dan umroh dari berbagai
pelosok dunia, 4 hari setelah itu Rasulullah dan rombongan meneruskan
perjalanan ke Yastrib (Madinah sekarang) dan mendirikan pula Masjid Nabawi yang
sangat terkenal di Madinah.
4. Ukhuwah Islamiyah
Nilai keempat yang patut kita renungkan dari
peristiwa hijrah itu ialah dipersaudarakannya kaum Muhajirin yang hijrah dengan
membawa penderitaan, kemiskinan dan kesusahan dengan kaum Anshor yang dengan
segala keichlasannya membantu saudara-saudaranya (Muhajirin). Dari kedua
potensi Muhajirin dan Anshor inilah masyarakat Islam berkembang ke pelbagai
pelosok dunia yang bertolak belakang sekali dengan kenyataan kaum Muslimin
beberapa abad kemudian.
5. Pembangunan Masyarakat
Islam
Nilai ke-5 yang kita peroleh dari peristiwa
hijrah ialah pembangunan rohani, mental dan iman yang kokoh menghadapi berbagai
penderitaan selama 13 tahun di Mekkah, dilanjutkan dengan babak baru di
Madinah.
Ma’asyiral muslimin jamah jum’at yang berbahagia ...!
Itulah
sebagian kejadian yang berlangsung disekitar peristiwa hijrah Rasulullah SAW
yang menjadi historis perjuangan Nabi dan para sahabat, serta menjadi teladan
umatnya di kemudian hari sampai dengan kini. Tapi apakah saat-saat seperti
pergantian tahun Hijriyah ini hanya cukup diperingati dengan mengagung-agungkan
kesuksesan/kegemilangannya pada zaman Nabi itu. Walaupun terasa tahun demi
tahun, demi syi’ar Islam, masyarakat tambah meriah menyambut tahun hijriyah ini
bahkan mereka peringati dengan spanduk-spanduk, ucapan-ucapan, berpesta riya
hingga meniru-niru perayaan pergantian tahun baru pada agama lain. Tentunya, bukan
itu maksud kita memperingati pergantian tahun Hijriyah itu.
Perintah
hijrah kepada Nabi SAW merupakan titik pemisah antara masa Mekkah dan masa
Madinah, dan sebagai awal perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam. Sebab
13 tahun di Mekkah baru sedikit sekali jumlah yang mengikuti agama Islam,
barulah berkembang di Madinah. Oleh karena itu titik pemisah antara Mekkah dan
Madinah bisa diartikan pula sebagai titik pemisah antara yang Bathil dan
yang Haqq, antara syirik dan tauhid, antara umat jahiliyah dan umat
berhidayah. Di sinilah makna mendalami kalender Hijriyah itu.
Dalam
Hijriyah itu sendiri tidak bisa dipungkiri adanya 2 hal : Hijriyah lahiriyah
dan hijriyah batiniah/rohaniah. Kalau lahiriyah artinya hijrah secara fisik
yang menurut Nabi sudah tidak ada lagi. Yang diperlu sekali pada saat-saat
seperti sekarang ini demi menyelamatkan diri pribadi, keluarga, masyarakat dan
bangsa adalah hijrah batiniah. Katakanlah kita sudah mengadakan reformasi, tapi
sayangnya reformasi seolah hanya berhenti di situ saja, mengapa ? Karena
reformasi yang kita usung tidak disertai semangat hijrah secara batiniah yakni
semangat untuk menanggalkan hal-hal buruk kearah yang lebih baik.
Ma’asyiral muslimin jamah jum’at yang berbahagia ...!
Demikianlah khutbah singkat ini kami sampaikan dan marilah kita berdoa
kepada Allah SWT...semoga amal ibadah kita pada tahun yang lalu diterima sisi
Allah SWT...dan mudah-mudahan pada tahun baru ini kita dijadikan sebagai hamba
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Amin3x...
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
MENYAMBUT TAHUN BARU 2014
Oleh : Muh. Munir Fauzi, S.Pd
الحمدلله
الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق وانعمنابنعمة الايمان والاسلام. اشهدان لااله
الاالله لانعبده الااياه واشهدان محمداعبده ورسوله الذى لانبى بعده. اللهم صل وسلم
على سيدنامحمدوعلى اله واصحابه ومن والاه امابعده. فياايهاالحاضرون رحمكم الله,
اوصيكم ونفسى بتقوى الله فقدفازالمتقون. قال الله تعالى فى القران الكريم
ياايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته ولاتموتن الاوانتم مسلمون.
Hadirin
sidang Jumat yang berbahagia.
Segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam, shalawat dan salam kita sajungkan kepada
baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan ummatnya yang setia.
Pada
kesempatan yang mulia ini, marilah kita meningkatkan kualitas diri kita
sehingga mampu menggapai makna takwa yang sesungguhnya, takwa yang berdasar
pada lubuk hati kita, takwa yang membuat kita sadar bahwa segala yang kita
lakukan hanya akan berarti jika diorientasikan untuk mengabdi kepada Allah, dan
takwa yang membuat kita tidak mempunyai tujuan lain dalam kehidupan ini kecuali
mencari ridha-Nya.
Sidang
Jum’ah yang berbahagia.
Sebentar lagi bulan Januari akan datang kepada kita.
Yaitu bulan dimana permulaan tahun baru Miladiyah akan dimulai. Artinya kita
akan sampai kepada tahun baru lagi, yaitu tahun 2014 yang harus dihadapi dengan
hati-hati seraya berpedoman dengan pengalaman-pengalaman pada tahun lampau.
Segala amal perbuatan tahun lalu yang tidak patut hendaknya dijauhi dan
dihindari. Selanjutnya bersiap-siap memulai babak baru yang harus bisa diwarnai
dengan perilaku yang baik serta terpuji dan menguntungkan. Itulah langkah kita
di dalam setiap memasuki tahun baru. Mengadakan intropeksi diri pada diri kita
sendiri serta mengevaluasi semua perbuatan tahun lampau untuk diperbaiki pada
tahun berikutnya. Sehingga dengan demikian semakin tua umur kita semakin baik
dan sempurna amal kita. Begitulah tujuan hidup dari tahun ke tahun, diberi umur
panjang dengan disertai amal yang baik.
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Shafwan
dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah saw telah bersabda yang artinya : Sebaik-baik manusia adalah
yang panjang umurnya dan bagus amalnya. (HR.Tirmidzi).
Sidang Jum’ah yang berbahagia!
Tetapi sebahagian besar orang yang menyambut datangnya
tahun baru malah digunakan sebagai kesempatan untuk maksiat sepuas-puasnya. Di
hotel-hotel, gedung-gedung pertemuan atau ditempat-tempat ramai lainnya
diselenggarakan bermacam-macam acara yang berbau dengan kemaksiatan.
Dansa-dansa, mabuk-mabukkan, berjoget semalam suntuk adalah hal yang biasa
dilakukan setiap menyambut tahun baru masehi. Semua itu adalah keliru, bahkan
sangat-sangatlah keliru dan sesat. Karena kebiasaan-kebiasaan seperti
diterangkan di atas adalah perilaku orang-orang Nasrani, orang-orang Kristen,
orang-orang yang kafir, orang-orang yang hanya haus kemewahan dunia tanpa
mengingat kehidupan di akhirat. Mereka telah berbuat dosa sementara mereka
telah diberi kenikmatan berupa tambahnya umur sehingga bisa mengenyam kehidupan
di tahun baru. Semestinya mereka bersyukur, bukannya berbuat seperti orang kufur.
Allah telah berfirman :
Artinya :
Dan tinggalkan dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang melakukan dosa, kelak akan diberi pembalsan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (Al An’am:120)
Dan tinggalkan dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang melakukan dosa, kelak akan diberi pembalsan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (Al An’am:120)
Sidang Jum’ah yang berbahagia!
Lalu bagaimanakah tindakan kita memasuki tahun baru
nanti? Sebagai orang muslim yang bukan hanya mementingkan kehidupan dunia saja,
tapi juga kehidupan akhirat, maka tindakan kita di dalam memasuki tahun baru
ialah :
1.
Bercermin
pada kehidupan yang baru saja kita lalui di tahun sebelumnya. Jika ternyata
pada tahun sebelum ini kita banyak berbuat kesalahan maka tahun mendatang kita
harus mengubah sikap untuk berbuat kebajikan-kebajikan sebanyak-banyaknya.
2.
Bilamana
dalam masalah keduniaan pada sebelumnya kita mengalami kemunduran, maka carilah
sebab kemunduran itu. Lalu cari cara baru yang sekiranya dapat mendatangkan
kemajuan. Janganlah kemunduran pada tahun sebelumnya membuat putus asa. Sebab
putus asa di dalam mengharap rahmat Allah dan pertolongan Allah dilarang dalam
Islam.
3. Memperbanyak
rasa syukur kepada Allah bilamana di dalam tahun yang baru dilalui itu
memperoleh banyak kemajuan, baik dalam masalah duniawi maupun ukhrawi.
Janganlah apa yang dicapainya selama ini lalu membuat lupa daratan, sehingga
dalam tahun berikutnya lalu berlaku sombong, atau membangga-banggakan apa yang
telah dicapainya selama ini. Ingat Qarun yang telah dilaknat Allah karena
berlaku sombong berkat keberhasilannya didalam perniagaannya yang membawa
dirinya semakin kaya. Padahal sebenarnya apa yang telah dicapainya itu semata
adalah anugerah Allah.
Sidang Jum’ah yang berbahagia.
Dari semua uraian diatas, maka tahulah kita bagaimana
seharusnya tindakan setiap muslim didalam memasuki tahun baru. Kita tidak perlu
meniru orang kafir yang berfoya-foya didalam menyambut datangnya tahun baru.
Datangnya tahun baru bagi kita akan mengisi lembaran-lembaran hidup baru yang
telah dibentangkan oleh Allah dihadapan kita. Maka kita harus berhati-hati,
jangan sampai lembaran-lembaran itu lalu kita nodai dengan amal perbuatan yang
tidak sesuai dengan kehendak Allah dan selera manusia yang berbudaya serta
berkendak luhur.
Oleh sebab itu mulai sekarang kita harus merubah sikap
didalam menyongsong datangnya tahun baru. Kita ingatkan mereka yang biasa
menyongsong tahun baru dengan berpesta, berfoya-foya semalam suntuk. Semua itu
adalah tindakan yang keliru. Sebaliknya di saat-saat permulaan memasuki tahun
baru kita warnai dengan amal shaleh, meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dan
lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian, maka Allah pasti
melindunginya di dalam kehidupannya sehari-hari sehingga kehidupannya
mengandung berkah.
Akhirnya marilah kita panjatkan do’a kepada Allah
semoga amal perbuatan kita yang telah lalu berupa kebajikan diterima oleh-Nya
sebagai amal shaleh yang dapat kita petik kelak di akherat, dan semua kesalahan
atau dosa yang telah kita perbuat selama itu diampuni-Nya. Begitu pula semoga
langkah kita selanjutnya di dalam memasuki tahun baru tahun 2014 mendapat
petunjuk dan taufik-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.
بارك الله لى
ولكم فى القران الكريم ونفعنى واياكم بمافيه من الايات والذكر الحكيم اقول قولى
هذاوأستغفرالله العظيم لى ولكم ولسائرالمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه
انه هوالسميع
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
v Tujuan hidup
seorang Muslim.
Jarang orang merumuskan tujuan
hidupnya. Merumuskan apa yang dicari dalam hidupnya, apakah hidupnya untuk
makan atau makan untuk hidup. Banyak orang sekedar menjalani hidupnya,
mengikuti arus kehidupan, terkadang berani melawan arus, dan menyesuaikan
diri, tetapi apa yang dicari dalam melawan arus, menyesuaikan diri dengan arus
atau dalam pasrah total kepada arus, tidak pernah dirumuskan secara serius.
Ada orang yang sepanjang hidupnya bekerja keras mengumpulkan uang, tetapi untuk
apa uang itu baru dipikirkan setelah uang terkumpul, bukan dirumuskan ketika
memutuskan untuk mengumpulkannya.
Ada yang ketika mengeluarkan uang
tidak sempat merumuskan tujuannya, sehingga hartanya terhambur-hambur tanpa
arti. Ini adalah model orang yang hidup tidak punya konsep
hidup. Sesungguhnya secara fithri, terutama ketika melakukan sesuatu untuk
kebutuhan dasarnya selalu ingat tujuan. Ketika seseorang ingin menjadi
insinyur dia masuk Fakultas Tehnik, bila ingin menjadi Dokter maka ia masuk
Fakultas kedokteran, bila ingin jadi ahli ekonomi maka masuk Fakultas Ekonomi,
dan bila ingin menjadi pemimpin maka ia harus mengadakan manuver politik
mencari legitimasi dari kaum muslimin atau masyarakat.
Rumusan tujuan hidup yang didasari
oleh ajaran agama menempati posisi sentral, yakni orang yang hormat dan tunduk kepada
nilai-nilai agama yang diyakininya, melalui figure Ulama Kharismatik, atau
menurut kitab suci. Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk
menggapai ridha Allah, ibtigha mardhatillah. Firman
Allah
: وَمِنَ النَّاسِ
مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِـغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ وَاللهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ ,
artinya : “Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya” (QS. 2 Al Baqarah : 207).
Ridha artinya senang. Jadi segala
pertimbangan tentang tujuan hidup seorang Muslim, terpulang kepada apakah yang
kita lakukan dan apa yang kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridhai
Allah SWT atau tidak. Jika kita berusaha memperoleh ridha-Nya, maka apapun yang
diberikan Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridha (senang)
pula, ridha dan diridhai (radhiyatan mardhiyah).
Indikator ridha Allah juga dapat
dilihat dari dimensi horizontal, Nabi bersabda : “Bahwa ridha Allah ada
bersama ridha kedua orang tua, dan murka Allah ada bersama murka kedua orang
tua”. Semangat untuk mencari ridha Allah sudah barang tentu hanya dimiliki
orang-orang yang beriman, sedangkan bagi mereka yang tidak mengenal Tuhan,
tidak mengenal agama, maka boleh jadi pandangan hidupnya dan prilakunya sesat,
tetapi mungkin juga pandangan hidupnya mendekati pandangan hidup orang yang
minus beragama, karena toh setiap manusia memiliki akal yang bisa berfikir
logis dan hati yang di dalamnya ada nilai kebaikan.
v Tugas Hidup Seorang
Muslim
Rumusan tugas hidup seorang muslim
bisa dibuat berdasarkan citarasa sebagai manusia yang hidup di tengah realita
objektip, oleh karena itu rumusan tugas hidup dapat berbeda-beda.
Ibadah mengandung arti untuk
menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Allah Yang Maha Besar,
Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada-Nya. Oleh karena itu orang
yang menjalankan ibadah mestilah rendah hati, tidak sombong, dan disiplin.
Itulah etos ibadah.
Ibadah juga terbagi menjadi dua
klasifikasi; ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus adalah ritual yang
bersifat baku yang ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi Muhammad
SAW, sedangkan ibadah umum adalah semua perbuatan yang baik, dikerjakan dengan
niat baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.
Dan ibadah ghairu mahdhah, seperti
berbisnis, karena inti dari berbisnis adalah membantu mendekatkan orang lain
dari kebutuhannya. Menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat besar nilainya asal
dilakukan dengan niat baik dan cara yang baik pula. Bahkan menunaikan
syahwat seksual yang dilakukan dengan halal (suami isteri) dan dilakukan dengan
cara baik (ma’ruf) adalah ibadah. Dengan demikian kita dapat melakukan tugas
ibadah dalam semua aspek kehidupan kita, sesuai dengan bakat, minat, dan profesi
kita. Perbedaan pandangan hidup akan menghasilkan perbedaan nilai dan persepsi.
Orang yang tidak mengenal ibadah,
mungkin sangat sibuk dan lelah mengerjakan tugas sehari-hari, tetapi nilainya
nol secara vertikal, sementara orang yang mengenal ibadah, mungkin sama
kesibukannya, tetapi cara pandangannya berbeda dan berbeda pula dalam mensikapi
kesibukan, maka secara psikologis/kejiwaan ia tidak merasa lelah karena merasa
sedang beribadah.
v Peran dalam pentas
kehidupan
Dalam hal ini manusia memiliki dua
peran utama; pertama sebagai hamba Allah, dan peran kedua sebagai khalifah
Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah manusia adalah kecil dan tidak memiliki
kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah
diri kepada-Nya. Namun, sebagai khalifah, manusia diberi fungsi, peran
yang sangat besar, karena Allah Yang Maha Besar maka manusia sebagai wakil
Allah di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar.
Sebagai khalifah manusia diberi tugas untuk mengelola alam semesta ini untuk
kesejahteraan manusia.
Dari ketiga dimensi tersebut; Tujuan
Hidup seorang muslim, tugas hidup, dan peranannya dalam kancah kehidupan dunia,
dapat kita sarikan dalam sifat-sifat moral yang harus dimiliki seorang muslim
adalah: Beramal shaleh, menghindari dosa, menyuruh berbuat baik, melarang
berbuat munkar (amar ma’ruf nahi munkar), jujur dan mencela kebohongan,
bersikap sederhana dan menjauhi pemborosan. Dalam segala hal, adil, lemah
lembut dalam berbicara, menghindari perkataan yang buruk dan fitnah, sedia
memaafkan, menghindari keangkuhan dan kesombongan, sabar, mengendalikan diri
dan waspada, tidak kejam, sedia bertindak sebagai penengah dan pembuat
perdamaian, berpegang teguh kepada keimanan, setia, dermawan, berbakti kepada
kedua orang tua, berbuat baik kepada seluruh tetangga dan kerabat, sederhana,
melaksanakan sumpah, menghindari sumpah palsu, dan sifat paling mulia adalah
taqwa
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ أَتْقَاكُمْ “Orang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa” (QS. 49
Hujurat : 13)
Demikianlah khutbah singkat ini kami sampaikan dan
marilah kita berdoa kepada Allah SWT... mudah-mudahan kita dijadikan sebagai
hamba yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT semoga amal ibadah kita
diterima sisi Allah SWT dan. Amin3x...
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم
بَارَكَ اللهُ فِى القُرآنِ
العَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَايَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ والذِّكرِ
الحَكِيم, اِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيم فَاستَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِيْ
وَلَكُمْ اِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيْم
|