Daftar Isi [Tampil]
LOMBOKTIMUR,Radarselaparang.com–Unit Kegiatan Mahasiswa, Badan Ekeskutif Mahasiswa (BEM) Institut
Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) NW Lombok Timur menggelar Dialog Literasi Budaya
di Ruang Auditorium Kiyai Hamzanwadi Lantai II kampus setempat, Ahad (17/07).
Kegiatan
yang mengangkat tema "mengupas tradisi dan nilai-nilai budaya adat Sasak", turut
dihadiri oleh Dosen, Presiden Mahasiswa.
Ketua UKM Seni Budaya dan segenap
civitas akademika IAIH NW Lombok Timur Wakil Rektor III IAIH NW Lombok Timur H. Azharullail saat membuka kegiatan
mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh mahsiswa karena yang menjadi pemicu
untuk menjaga dan melestarikan budaya yang ada.
Lebih lanjut disampaikan, banyak budaya menjadi sengketa dalam hukum Islam
oleh beberapa versi pemikiran orang, salah satu contohnya adalah merarik
(pernikahan) kita masih memakai tradisi-tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang.
Semoga ini bisa dikaji oleh para pakar pada hari ini. Di titik mana tempat
adanya pertentangan antara budaya dan agama, mengingat budaya adalah cipta
karsa manusia sedangkan agama adalah kalamullah datangnya dari
Allah,”ungkapnya. Semoga pada kajian hari ini bisa ditemukan di mana titik
temunya, dimana pertentangannya, sambungnya.
Dalam kegiatan ini dihadiri oleh pakar budaya, H. Lalu Ratmaja, Dosen
Seni Budaya Poltekpar Lombok dan Lalu Bayu Widya Ketua Umum Majelis Adat Sasak.
Majid, Ketua UKM Seni Budaya, dalam
laporanya mengatakan UKM Seni Budaya ini merupakan wadah yang dikhususkan untuk
melakukan kajian terhadap budaya Nusantara khususnya budaya yang ada di Pulau
Lombok, sehingga bisa terpublikasi terutama kepada kalangan milenial
Jangan
sampai kita tidak mengenali budaya kita sendiri. Ini sangat berbahaya bagi
keberlangsungan budaya dan identitas kita sendiri. Itulah sebabnya dialog
budaya ini kita laksanakan.
Zainuri, Ketua BEM IAIH NW Lotim, juga menyampaiakan dan mengapresiasi atas terlaksanaknya kegiatan
Dialog literasi Budaya ini, karena generasi muda kita sekarang ini kiuang cinta
dengan budayanya sendiri, hal ini bisa saja karena kurangnya referensi mereka
dalam mengenal budayanya sendiri. (RS)