LOMBOK TIMUR Radarselaparang.com || Adanya indikasi mafia tanah di kawasan Pengembangan objek wisata pantai pink, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru Lombok Timur hingga saat ini masih belum optimal dikarenakan masih terkendala permasalahan lahan.Ahmad Turmuzi, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Kecamatan Jerowaru saat di wawancarai di lokasi pantai pink.
Hal tersebut ditegaskan Ahmad Turmuzi, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Kecamatan Jerowaru, dimana terjadinya tumpang tindih kebijakan terkait lahan tersebut masih terjadi antara Pemerintah provinsi, Kelompok Tani Hutan (KTH), hingga dengan pihak swasta. Terlebih lagi adanya indikasi pada permasalahan tersebut ada dugaan mafia tanah yang terlibat.
"Saat ini dari SK yang sudah terdaftar pada Rencana Kerja Tahunan (RKT) kita, disebutkan disana pengelolaan lahan yang disinerigkan sejumlah 7,5 Hektar, namun kenyataannya yang diberikan wewenang pada KTH hanya 3,5 hektar," jelasnya saat diwawancarai media ini. Ahad (29/1/2023
Lebih lanjut Turmudzi menjelaskan Sisanya ada wewenang swasta yakni PT. Eko Solutions Lombok (ESL) dan 1,5 hektar didalamnya teridentifikasi dikuasai mapia tanah. Hingga pergerakan untuk pengelolaan tanah tidak optimal.
"Jika dia dikelola tidak apa-apa, namun ini kan sudah puluhan tahun seperti ini, kita sudah berusaha untuk melakukan banding ke pusat, melalui Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) ke Badan Pertahanan Nasional (BPN), namun selalu kalah," paparnya.
Turmuzi berharap saat ini paling tidak ditambah pengelolaan lahan publik yang semulanya hanya 3,5 Hektar menjadi minimal 5 Hektar.
Hingga ada alasan untuk KTH mengoptimalkan potensi yang ada, tampa takut melanggar regulasi yang ada.
"Semisal goa jepang yang memiliki nilai sejarah dan satu diantara tawaran wisata mahal yang dimiliki kawasan wisata pantai pink, ini kan bisa kita berdayakan, jika pengelolaannya di berikan kepada kami, atau masyarakat yang merawatnya," harapnya.
Disebutkan.Turmuzi, Ada Tiga kelola yang saat ini bisa berjalan di dua tempat kelola, yakni Kelola Lembaga, dan kelola Lahan.
"Ada tiga fokus kita sebagai KTH disini, pertama Kelola Lembaga, Kelola Lahan, dan Kelola Usaha," sebutnya.
Namun Kelola usaha yang merupakan aspek penting pada pengembangan wisata tidak bisa berjalan imbas dari tanah yang masih tumpang tindih kepengurusan.
"Soal tiga kelola yang menjadi tugas kita sebagai KTH 2 diantaranya sudah berjalan, namun kelola usaha ini yang tidak bisa berjalan, imbas dari pengelolaan yang tumpang tindih," tutupnya. (RS)