Daftar Isi [Tampil]

Kelahiran Muhammad Zainuddin

Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid atau disingkat HAMZANWADI merupakan ulama besar yang berasal dari NTB. Ketokohan beliau tidak asing lagi di kalangan  umat Islam karena masuk dalam jaringan ulama
Nusantara, bahkan dunia. Beliau adalah satusatunya putra NTB, putra Sasak Asli, yang mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Di kalangan masyarakat Lombok atau Nusa
Tenggara Barat dan atau di kalangan awam, beliau akrab dipanggil Tuan Guru Pancor. Ketika menuntut ilmu di Tanah Suci Mekah, oleh guru-gurunya, beliau akrab dipanggil al-Fansyuri, al-Amfenani, atau Zainuddin. Dipanggil al-Fansyuri karena beliau berasal atau lahir di Desa Pancor, Selong, Lombok Timur. Dipanggil al-Amfenani karena berasal dari Lombok dengan Ampenan masih sebagai pelabuhan dan waktu itu pelabuhan atau kapal adalah satusatunya pilihan transportasi. Muhammad Zainuddin atau Zainuddin adalah nama setelah beliau berhaji. Untuk selanjutnya penulis akan menggunakan nama Zainuddin untuk menyingkat atau memudahkan penyebutan. 

Zainuddin dilahirkan di Kampung Bermi,
sebuah kampung kecil di Desa Pancor, Kecamatan Selong, Kabuparen Lombok Timur. Beliau dilahirkan pada tanggal 17 Rabiul Awal 1316 H. atau bertepatan dengan tanggal 2 Agustus 1898 tahun Masehi.

Ayahnya Zainuddin merupakan seorang
ulama atau tuan guru juga, yaitu Tuan Guru Haji
Abdul Madjid. Beliau dikenal dengan panggilan
Guru Mu’minah, seorang muballig yang terkenal
pemberani, seorang pengusaha sukses kaya raya, dan pengatur siasat perang yang cerdas. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan penjajah. Ayahnya berasal dari keturunan keluarga yang terpandang. Silsilah keluarga beliau memang tidak dapat disebutkan secara utuh karena dokumen silsilah keturunan beliau ikut terbakar ketika rumahnya terbakar. Akan tetapi, beberapa sumber menyebutkan bahwa ayah beliau berasal dari keturunan Selaparang. 

Ibunya Zainuddin bernama Hajjah Halimatus
Sa’diyah. Inaq Syam merupakan nama akrabnya
dalam panggilan bahasa Sasak. Beliau berasal dari Desa Kelayu, sebelah timur Desa Pancor menuju arah Labuan Haji. Ia dikenal sebagai seorang perempuan yang solehah. Jadi, dari garis keturunan, Zainuddin memang merupakan titisan dari orang tua terpandang yang suci, pemimpin terpandang, seorang ulama atau tuan guru.

Beliau adalah anak bungsu dari enam orang
saudara kandung. Kakak-kakak beliau adalah Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Subur, dan Hajjah Masyitah. Beliau juga memiliki banyak saudara lainnya.

Nama kecil beliau adalah Muhammad Saggaf.
Dalam pergaulan sehari-hari beliau akrab dipanggil Segep. Oleh ibunya beliau akrab dipanggil Gep. Perubahan dari Saggaf menjadi Segep tidak lain karena pengaruh dialek bahasa Sasak. Ketika dilafalkan dalam bahasa Sasak atau oleh lidah orang Sasak sendiri, Saggaf berubah menjadi Seggep.

Saggaf adalah nama marga keturunan Arab
Hadramaut yang merupakan marga tertinggi. Kata Saggaf dalam bahasa Arab aslinya assaqqaf yang bermakna gemar memperbaiki atap. Dalam bahasa Sasak, segep sama dengan seregep yang keduanya bermakna lengkap, komplit, sempurna. Jadi, apa pun yang dicari selalu ada padanya. 

Tanda-tanda beliau akan menjadi seorang alim ulama sudah diketahui oleh ayahnya sejak ia belum lahir. Salah satu tanda tersebut adalah dalam hal pemberian nama. Pemberian nama Muhammad Saggaf dari ayahnya bukan tanpa sebab. Tiga hari menjelang kelahirannya, Tuan Guru Abdul Madjid didatangi dua orang wali Allah dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua orang wali Allah itu berpesan kepadaTuan Guru Haji Abdul Madjid agar memberikan anaknya nama Muhammad Saggaf jika lahir nanti. Setelah beliau menunaikan ibadah haji, namanya diganti menjadi Haji Zainuddin Abdul Madjid. Nama tersebut diberikan oleh ayahnya sendiri yang diambil dari nama seorang pengajar di Masjidil Haram.

Selain dari kejadian itu, Tuan Guru Abdul
Madjid juga mengetahui keistimewaan anaknya
dari ulama lainnya. Beliau mendapatkan kabar dari seorang wali yang berasal dari Magrabi bernama Syaikh Ahmad Rifa’i yang datang langsung kepada beliau. Syaikh dari Magrabi itu berkata bahwa akan segera lahir dari istrinya seorang anak laki-laki yang akan menjadi ulama besar.

Mengetahui kejadian-kejadian itu, orang tua 
Zainuddin tentu sangat gembira. Hal itu merupakan anugerah terbesar yang harus dijaga dengan baik. Kasih sayang kedua orang tuanya sepenuhnya dilimpahkan kepada Zainuddin. Sampai-sampai ketika Zainuddin menuntut ilmu ke Tanah Suci Mekah, kedua orang tuanya ikut tinggal di sana mendampinginya. Ibunya meninggal pada tahun ketiga mendampingi beliau dalam menuntut ilmu di Tanah Suci Mekah. 

Masa Kecil Muhammad Zainuddin

Sejak kecil, Zainuddin merupakan seorang anak 
yang terkenal dengan kejujuran dan kecerdasannya. Ia adalah anak yang mengalamai masa kecil yang bahagia. Tidak hanya kedua orang tuanya yang mengasuh beliau dengan penuh kasih sayang, tetapi saudara-saudaranya pun tidak kurang memberikan kasih sayang kepadanya. Syarbini mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Abdillah atau Badil, sang jagoan sering menggendongnya untuk menyaksikan belanjakan (salah satu tradisi pertarungan dalam etnis Sasak). 

Zainuddin, dalam bermain, menyatu dengan 
kampung halamannya dan alam di seputaran kampung halamannya. Sungai, sawah, tanah lapang, air terjun kecil dekat Sekarteja, batu cadas kokoq/sungai Tojang, dan tumbuh-tumbuhan serta pepohonan merupakan fasilitas bermain Zainuddin kecil. Alam tidak hanya merupakan fasilitas bermainnya, tetapi alam juga menjadi fasilitas dalam belajar. Secara tidak langsung, dekatnya dengan alam menjadikan Zainuddin kecil menjadi sosok yang tidak hanya tangkas tetapi juga cerdas. 

Masa kecil Zainuddin penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Banyak sekali kisah permainan masa kecil yang ia alami, dari kisah mandi dan terjun di Sungai Tojang, kecerdasannya dalam permainan berbalas pantun (belelakaq), bermain teka-teki (bepinje-panje), maen ciwe (main congklak), belanjakan, main gangsing, termasuk juga kegemarannya terhadap wayang dan presean. Dari sumber lisan pun, penulis mendapatkan riwayat bahwa beliau sangat gemar memelihara ayam jago.

Semua permainan yang ia alami pada masa 
kecilnya itu sangat kental dengan tradisi juaranya. Artinya, dalam setiap permainan ia selalu keluar sebagai seorang pemenang, baik pada permaian gangsing, presean, maupun belanjakan. Hal itu karena ketangkasan yang dimiliki oleh Zainuddin kecil yang ia dapatkan dari alam bermainnya. Keluarganya adalah keluarga yang kental dengan tradisi juara. 

Alam menyediakan fasilitas bermain untuk 
melatih ketangkasan Zainuddin. Alam melatihnya nenaek (memanjat), begeong (bergantung di dahan) ngatang atau ngoncer (berenang), nyelem (menyelam), bekendole (membuat dan meniup terompet dari batang padi), ngenjek (berlari pagi) bekayaq (bernyanyi), bermain musik tongkeq (alat
musik kulintang tunggal dari bambu, terutama musikuntuk membangunkan sahur pada malam-malam Ramadan), belelakaq (berbalas pantun), termasuk juga belanjakan.

Pada permainan congklak, Zainuddin tidak
pernah terkalahkan. Sebagai mana diketahui, setiap langkah dalam permainan tersebut butuh strategi dan perhitungan yang matang. Ia selalu keluar sebagai pemenang setiap permainan. Hal itu tidak lepas dari kecerdasan yang dimiliki oleh Zainuddin kecil.

Dari semua yang dipaparkan itu, Zainuddin
dengan keberadaannya sebagai seorang ulama,
pada masa kecilnya adalah anak yang tidak melewatkan masa kanak-kanaknya yang penuh 
dengan permainan dan ia lalui hal itu dengan penuh kebahagiaan. Ia adalah ulama dari tanah Selaparang yang tidak melewatkan masa kanak-kanaknya untuk mengalami permainan dan memahami serta menguasai adat dan budaya tanah kelahirannya. Ia terlahir sebagai putra Selaparang asli dengan kemulian garis keturunannya, kecerdasan yang luar biasa, dan bahagia serta cinta kepada budaya tanah kelahirannya.

Pendidikan Muhammad Zainuddin

Sebagai seorang anak yang terlahir dari
seorang ulama, muballig, dan sekaligus pejuang,
Zainuddin dibentuk pertama kalinya di lingkungan keluarga. Orang tuanya adalah guru pertama yang menanamkan pondasi keilmuan di samping keistimewaan yang memang sudah melekat pada diri Zainuddin sejak masih dalam kandungan. Zainuddin masuk pendidikan formal yang pada saat itu disebut Sekolah Rakyat Negara (Sekolah Gubernemen) di Selong, Lombok Timur. Beliau selesai di sekolah tersebut pada tahun 1919 M. setelah empat tahun belajar.
 
Setelah selesai pada pendidikan tersebut,
ayahnya menyerahkan beliau kepada beberapa tuan guru untuk belajar ilmu agama yang lebih mendalam. Di antara tuan guru tersebut adalah Tuan Guru Kiai Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Sa’id dari Desa Pancor sendiri. Selain itu, beliau juga berguru kepada Tuan Guru Kiai Haji Abdullah bin Amaq Dulaji dari Desa Kelayu. Dari guru-guru tersebut, Zainuddin belajar ilmu agama dengan menggunakan kitab Arab Melayu dan secara khusus beliau juga mempelajari Bahasa Arab, seperti nahu dan sharaf.

Bagi Tuan Guru Kiai Haji Syarafuddin, 
Zainuddin merupakan murid yang istimewa. 
Karena keistimewaan tersebut, ia membebaskan Zainuddin untuk membantunya bekerja di sawah. Hal itu didukung juga dengan kemauan yang kuat dari Tuan Guru Abdul Madjid, ayahnya Zainuddin, untuk melihat anaknya lebih fokus belajar agama. Itulah sebabnya, ayahnya sanggup memberikan 200 ikat padi (sekitar 2 ton gabah) kepada gurunya Zainuddin agar ia dibebaskan bekerja di sawah. Tuan Guru Abdul Madjid memang tidak hanya seorang muballig dan pejuang, ia juga merupakan seorang pengusaha kaya raya yang memiliki hasil tanah yang melimpah. 

Di samping cinta mengaji, Zainuddin juga 
sangat cinta menyanyi atau seni. Kecintaan ini 
mendapatkan dukungan dari kuatnya tradisi 
kesastraan dari tanah kelahirannya, bumi Sasak 
dengan tradisi bekayaq, belelakaq, pinje-panje, 
dan sebagainya. Dukungan alam tempat ia bermain merupakan sumber inspirasi yang tidak kalah pentingnya. 

Kecintaan Zainuddin terhadap dua hal
tersebut telah menjadikannya sebagai ulama dan sekaligus sebagai sastrawan. Dua hal itu dapat dilihat dengan jelas dalam karya-karyanya sampai saat ini. Hal tersebut menjadi modal terbesar yang ia bawa ke Tanah Suci Mekah yang membuat para ulama heran melihat kecerdasan yang dimiliki putra Selaparang tersebut. 

Muhammad Zainuddin berangkat untuk 
melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Mekah sekitar tahun 1923 M. Pada saat itu Zainuddin berusia 15 tahun. Keberangkatan Zainuddin ke Tanah Suci Mekah tidak sendiri. Kedua orang tuanya ikut serta mengantar dan mendampinginya langsung di sana. Terutama ayahnya, Tuan Guru Abdul Madjid, ia harus memastikan bahwa anaknya mendapatkan guru yang tepat. Ia sendiri yang mencarikan Zainuddin tempat menuntut ilmu. 

Tidak hanya kedua orang tuanya, pada waktu 
itu, ayahnya mengikutsertakan guru Zainuddin waktu di Lombok yaitu Tuan Guru Syarafudin untuk ikut mengantar Zainuddin ke Tanah Suci Mekah. Shabur merupakan satu-satunya saudara kandungnya yang ikut mengantar di samping saudaranya yang lain, seperti H. Moh. Faisal dan H. Ahmad Rifai. Selain itu, ikut juga H. Umar dan yang lainnya dari pihak keluarga. 

Perjalanan ke Tanah Suci Mekah tentu saja
merupakan perjalanan yang membutuhkan banyak biaya, baik untuk konteks sekarang ini terlebih lagi pada seratus tahun yang lalu. Akan tetapi, hal itu tidak menjadi halangan bagi Tuan Guru Abdul Madjid. Itu semua beliau lakukan demi cintanya kepada sang buah hati, calon ulama besar. Kabar tentang keistimewaan sang putra Selaparang itu ia ketahui tidak dari sembarang orang, melainkan dari para wali Allah. Harta yang beliau miliki beliau investasikan untuk calon ulama besar yang akan membangunkan bangsanya dari tidur panjang 
kebodohan. 

Dengan bekal ilmu yang sudah didapatkan di 
Lombok dan di Mekah pada guru di luar lembaga pendidikan, sampailah Zainuddin di Madrasah Asshaulatiah, sekolah pencetak ribuan ulama. Walaupun sebagai murid baru, hasil tes masuk Zainuddin menempatkannya di kelas III. Akan tetapi, Zainuddin ingin memulai pendidikannya dari kelas yang paling bawah, yaitu kelas I. Awalnya guru beliau berat menerima permintaan Zainuddin untuk memulai pendidikannya dari kelas I. Akhirnya, setelah mendengar alasan yang dikemukakan oleh Zainuddin, gurunya menempatkan Zainuddin di kelas II. 

Hari-hari Zainuddin, sang putra Selaparang, 
di Madrasah Asshaulatiah ini penuh dengan 
prestasi. Ketekunan dan kecerdasan Zainuddin tidak hanya membuat teman-teman atau siswa-siswa di madrasah itu iri dan takjub, tetapi para guru yang merupakan alim ulama besar di Tanah Suci itu pun takjub luar biasa. Cerita tentang kecerdasan dan ketekunan Zainuddin tidak hanya didapatkan dari murid-murid beliau yang ada di Lombok, tetapi juga dari teman teman sejawatnya yang ada di Nusantara ini bahkan yang ada di negara lainnya seperti Mekah. Bahkan yang paling luar biasa adalah kesaksian para guru beliau. 

Salah satu guru besar Zainuddin yang sangat 
cinta dan kagum dengan kecerdasan beliau adalah Muhammad Amin Al-Kutbi. Kecintaan dan kesaksian beliau terhadap kealiman ilmu yang dimiliki Zainuddin beliau sampaikan dalam tujuh bait syair berbahasa Arab. Syair tersebut tercantum dalam sebuah kata pengantar yang disampaikan dalam salah 
satu kitab karya Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yaitu Mi’rojush Shibyan ila Samai ‘Ilmil Bayan. Dalam syair tersebut beliau memuji kelebihan dan kecerdasan Zainuddin. Beliau memulai syair pujiannya itu dengan kata lillah yang berarti demi Allah. 

Syaikh Zakaria Abdullah Bila adalah salah 
satu teman satu kelas dengan Zainuddin ketika di Madrasah Asshaulatiah. Beliau sempat beberapa kali datang ke Pancor bertemu sahabat lamanya Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Beliau benar-benar mengakui kecerdasan yang dimiliki oleh Zainuddin. Beliau mengatakan “Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di 
kelasku, karena kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku dan kawan sekelasku dan saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Asshaulatiah Mekah.”

Zainuddin selalu menjadi kepercayaan Syaikh 
Salim Rahmatullah, kepala Madrasah Asshaulatiah, untuk menghadapi penilik madrasah pemerintah Saudi yang sering kali datang ke madrasah itu. Penilik madrasah itu menganut faham Wahabi. Zainuddinlah satu-satunya murid yang dianggap menguasai faham Wahabi. Beliau selalu berhasil menjawab pertanyaan penilik itu dengan memuaskan, sehingga keberadaan Madrasah Asshaulatiah menjadi aman dari rong-rongan pemerintah Saudi yang menganut Faham Wahabi. 

Salah satu cerita yang sangat populer di 
kalangan murid beliau adalah cerita ketika beliau mutalaah. Pernah suatu malam Zainuddin sedang mutalaah. Karena khusyuknya, beliau tidak sadar kalau surbannya menyentuh api lampu belajarnya dan terbakar. Ketika itu, ibunya mencium aroma kain yang terbakar. Ternyata aroma yang ia cium itu berasal dari surbannya Zainuddin yang sedang khusyuk mutalaah. Ibunya langsung menyadarkan Zainuddin bahwa surbannya terbakar.

Hari-hari Zainuddin di Madrasah Asshaulatiah
benar-benar dihabiskan untuk ilmu. Dengan
kerja keras dan kesungguhannya, ia berhasil
menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 6 tahun dari 9 tahun waktu normal. Ia memulai studinya dari kelas II. Dari kelas II, ia langsung naik kelas IV. Tahun berikutnya ke kelas VI. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya secara berturut-turut naik ke kelas VII, VIII, dan IX. Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studinya di Madrasah Asshaulatiah pada tanggal 22 Dzul Hijjah tahun 1353 H. 

Kesungguhan dan kerja keras beliau dalam belajar membuahkan hasil akademik yang gemilang. Ia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Beliau mendapatkan nilai 10 di semua mata pelajaran yang diujikan. Beliau mendapatkan ijazah yang ditulis tangan langsung oleh guru besar beliau. 

Sepanjang sejarah berdirinya Madrasah 
Asshaulatiah belum pernah ada murid yang 
mendapatkan nilai sempurna pada setiap pelajaran dan mendapatkan ijazah dengan gelar di atas summacumlaude. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu al-Khathath asy Syaikh Dawud ar-Rumani atas usul dari direktur Madrasah Asshaulatiah. Gelar yang tertulis dalam ijazah beliau adalah al-Akh al-Fadhil al-Mahir alKamil al-syaikh Muhammad zainuddin Abdul Madjid atau dalam bahasa Indonesia bermakna saudara yang mulia, sang genius sempurna, guru terhormat 
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Keistimewaan yang dimiliki oleh Zainuddin 
ditambah lagi dengan kesungguhan beliau 
dalam mengabdikan diri untuk mendapatkan 
ilmu menjadikan dirinya sosok ulama besar yang mengabdikan dirinya untuk ummat. Hal itu tidak lepas pula dari keikhlasan kedua orang tuanya dalam mengorbankan harta dan jiwanya hanya untuk Zainuddin. Ibu tercintanya dengan sabar menemani Zainuddin ikut tinggal di Kota Mekah. Ibundanya meninggal dunia di sana setelah mendampinginya tiga tahun. Ibundanya dimakamkan di Mu’alla. 

Di antara para guru beliau di Madrasah 
Asshaulatiah Mekah adalah sebagai berikut. 
1. Asy-Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath
2. Asy-Syaikh Umar Bajunaid asy-Syafi’i
3. Asy-Syaikh Muhammad Said al-Yamani asySyafi’i
4. Asy-Syaikh Ali al-Maliki
5. Asy-Syaikh Marzuqi al-Palimbani
6. Asy-Syaikh Abubakar al-Palimbani
7. Asy-Syaikh Hasan Jambi asy-Syafi’i
8. Asy-Syaikh Abdul Qadir al-Mandili asy-Syafi’i
9. Asy-Syaikh Mukhtar Betawi asy-Syafi’i
10. Asy-Syaikh Abdullah al-Bukhari asy-Syafi’i
11. Asy-Syaikh Umar Hamdan al-Mihrasi alMaliki
12. Asy-Syaikh Abdussattar ash-Shiddiqi Abdul 
Wahab al-Kutbi al-Maliki;
13. Al-‘Allamah al-Kabir al-Syeikh
14. Asy-Syaikh Abdul Qadir asy-Syibli al-Hanafi
15. Asy-Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi alHanafi
16. As-Sayyid al-Habib Muhsin al-Musawa asySyafi’i
17. Asy-Syaikh Khalifah al-Maliki
18. Asy-Syaikh Jamal al-Maliki
19. Asy-Syaikh Muhammad Shalih al-Kalantani 
asy-Syafi’i
20. Asy-Syaikh Mukhtar al-Makhdumi al-Hanafi
21. Asy-Syaikh Salim Cianjur asy-Syafi’i
22. As-Syayid Ahmad Dahlan Shadaqi asy-Syafi’i
23. Asy-Syaikh Salim Rahmatullah al-Maliki
24. Asy-Syaikh Abdul Gani al-Maliki
25. As-Syayid Muhammad Arabi at-Tubani alJazairi al-Maliki
26. Asy-Syaikh Umar al-Faruqi al-Maliki
27. Asy-Syaikh Abdullah al-Farisi
28. Asy-Syaikh Malla Musa.

Para guru beliau jika diklasifikasi berdasarkan 
mazhab, terdapat 11 orang guru beliau bermazhab Syafi’i, 6 orang bermazhab Hanafi, dan 11 orang bermadzhab Maliki. Walaupun sebagai seorang Syafi’i, beliau tidak memilah-milah mazhab untuk berguru. Tanpa memandang latar belakang mazhab gurunya, beliau sangat hormat dan bakti kepada para gurunya. Demikian juga dengan gurunya, mereka sangat cinta dan bangga memiliki murid yang kecerdasannya sangat luar biasa seperti 
Zainuddin.  
Muhammad Zainuddin Pulang dari Tanah Suci

Setelah menyelesaikan studinya di Mekah,
Muhammad Zainuddin pulang ke Lombok. Sang
Putra Selaparang pada waktu itu tentu masih
sangat muda. Namun, ia baru saja mengukir
sejarah bagi dirinya dan keluarganya, serta bangsa Sasak, bahkan ummat Islam Nusantara. Sang Putra Selaparang itu telah membuktikan bahwa ia mampu mengukir sejarah mendapatkan prestasi gemilang yang mungkin sampai saat ini belum ada yang
menandinginya.

Prestasi yang didapatkan oleh Sang Putra
Selaparang, anak Sasak tersebut tidak hanya di
atas kertas. Ia dapat membuktikan bahwa prestasi di atas kertas itu berbanding lurus dengan prestasi yang ia dapatkan dalam pengabdiannya untuk ummat Islam, agama, bangsa, dan negara ini.

Pada saat itu, Muhammad Zainuddin masih 
sangat muda tetapi ia telah menyandang gelar ahli ilmu agama yang mendalam. Guru-guru beliau sudah memanggilnya sebagai Syaikh Muhammad Zainuddin. Itulah sebabnya masyarakat memanggilnya dengan Tuan Guru Bajang.

Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin 
Abdul Madjid langsung mengabdikan ilmunyauntuk masyarakatnya yang pada waktu itu masih lelap dalam tidur panjangnya, fasilitas dan akses pendidikan yang masih sangat susah, pengaruh Hindu dalam sendi kehidupan masihlah kuat, dan kekuasaan penjajah masih bercokol. Beliau memikirkan apa yang sedang dibutuhkan oleh kaumnya dan semua itu langsung beliau wujudkan.

Pendidikan adalah hal utama yang dipandang
oleh Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid yang harus dimiliki oleh kaumnya.
Mewujudkan hal itu di zaman penjajahan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan perjuangan dan keberanian yang tinggi mengingat keadaan kaumnya
masih dalam ketertinggalan dan kekuasaan penjajah sangatlah menindas, membatasi segala bentuk pergerakan pribumi. Akan tetapi, bagi Tuan Guru Muhammad Zainuddin semua itu harus dilakukan demi berdiri tegaknya tauhid dan kemuliaan Islam dan muslimin. Darah mujahid ayahnya ternyata menurun juga ke jiwanya. 

Pada tahun 1934 beliau mendirikan pesantren 
al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda 
Sasak mempelajari agama dan membangun jiwa patriotnya. Tiga tahun setelah itu, beliau mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), yang merupakan madrasah untuk kaum laki-laki, tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937. Madrasah ini pertama kali menamatkan muridnya pada tahun ajaran 1940/1941. Kelahiran madrasah inilah yang yang setiap tahun dirayakan oleh madrasah- madrasah yang ada di seluruh Nusantara yang berpusat di Lombok Timur yang biasa disebut HULTAH NWDI. 

Pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April 
1943 M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul 
Banat Diniah Islamiyah (NBDI) yang merupakan 
madrasah untuk kaum perempuan. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok.

Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin 
Abdul Madjid mendirikan madrasah dengan nama Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Nama tersebut menggunakan bahasa Arab yang berarti pergerakan untuk negara dan agama Islam. Kalau dilihat dari nama yang diberikan kepada madrasah tersebut, beliau punya niat perjuangan yang lebih luas dan tinggi, tidak hanya sebatas madrasah. Akan tetapi, beliau meniatkan perjuangan pergerakan 
untuk negara dan agama. Beliau sangat nasionalis yang berlandaskan agama. 

Pada zaman penjajahan, Tuan Guru KH. 
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadikan madrasah NWDI dan NBDI tidak hanya tempat untuk belajar dan mengaji, tetapi juga sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah.

Semakin hari perjuangan Tuan Guru Kiai 
Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid nyata dan meluas. Bagi beliau, masyarakat luas dari yang berada di kota-kota sampai yang ada di pelosokpelosokharuslah dapat dengan mudah mengakses pendidikan. Itulah sebabnya, beliau terus berdakwah ke seluruh pelosok Pulau Lombok dan mengirim murid-muridnya ke wilayah lain di NTB seperti ke Pulau Sumbawa, bahkan ke seluruh wilayah Nusantara. Itulah sebabnya, di luar wilayah NTB berdiri juga madrasah-madrasah yang bernaung di bawah naungan organisasi yang dibangun beliau, salah satunya di Ibu Kota Jakarta di wilayah Jakarta Timur. 

Beliau terus merintis dan memberikan 
semangat untuk terus membangun madrasah. Satu persatu madrasah dibangun, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan, begitu juga halnya dengan Masjid. Itulah sebabnya beliau 
mendapatkan julukan Abul Madaris Wal Masajid yang artinya Bapak Pembangun Banyak Madrasah dan Masjid.

Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin 
Abdul Madjid memiliki dua orang anak, yaitu Hajjah Siti Rauhun Abdul Madjid dan Hajjah Siti Raihanun Abdul Madjid. Itulah sebabnya beliau juga dipanggil dengan panggilan Abu Rauhun wa Raihanun artinya Bapaknya Rauhun dan Raihanun. Hajjah Siti Rauhun didapatkan dari istri beliau yang bernama Hajjah Ummi Jauhariyah, sedangkan Hajjah Siti Raihanun didapatkan dari istri beliau yang bernama Hajjah Ummi Rahmah. 

Untuk memperkuat SDM yang akan mengisi 
lembaga-lembaga pendidikan yang ada, Tuan 
Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengirim banyak murid beliau untuk menimba ilmu ke perguruan tinggi yang ada di Pulau Jawa maupun ke luar negeri, seperti Mekah. Hal itu dilakukan setelah diperkuat pondasi keilmuannya di pondok pesantren sendiri yang ada di Lombok Timur. 

Karena jumlah madrasah semakin banyak, 
Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin 
memandang perlu adanya organisasi yang menaungi semua madrasah-madrasah yang ada baik di NTB maupun wilayah Nusantara lainnya. Itulah sebabnya, pada tahun 1953 Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (NW) yang akan mengelola lembaga pendidikan yang sudah dibangun dan mengorganisasi perjuangan dakwah yang beliau bangun. 

Sampai dengan tahun 2016, madrasahmadrasah
atau lembaga pendidikan yang berada di 
bawah naungan organisasi Nahdlatul Wathan, dari tingkat RA atau Paud sampai ke perguruan tinggi atau universitas telah mencapai jumlah lebih dari 1000 lembaga pendidikan. 

Karya Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 

Salah satu indikator seorang dapat disebut atau menyandang sebagai ulama besar adalah adanya karya-karya beliau dalam berbagai bidang ilmu agama. Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menunjukkan hal itu nyata dengan karya-karyanya. Yang menarik dari karya-karya beliau adalah ditulisnya dalam tiga bahasa sesuai dengan kebutuhan konteks. Karyakarya beliau ada yang berbasa Arab, Melayu, dan berbahasa Sasak. 

Karya-karya tersebut adalah sebagai berikut.
1. Risalat at-Tauhid (Ilmu tauhid dalam bentuk
soal jawab).
2. Sullam al-Hija Syarh Safinat an-Naja (Ilmu 
fiqh).
3. Nahdhat az-Zainiyah (Ilmu faraidh dalam 
bentuk nadzam).
4. At-Tuhfat al-Ampenaniyah Syarh Nahdhat azZainiyah (Syarah nadzam ilmu faraidh).
5. Al-Fawakih al-Ampenaniyah (Ilmu faraidh 
dalam bentuk soal jawab).
6. Mi’raj ash-Shibyan ila Sama’ ‘Ilm Bayan (Ilmu 
Balaghah).
7. An-Nafahat ‘ala at-Taqrirat as-Saniyah (Ilmu 
Mushtalahul Hadits).
8. Nail al-Anfal (Ilmu tajwid).
9. Nazom Batu Nompal (Ilmu tajwid).
10. Anak Nunggal Taqrirat Batu Ngompal (Ilmu 
tajwid).

Di samping karya-karya beliau yang berkaitan 
dengan keilmuan tersebut, banyak karya beliau 
berupa kumpulan doa dan salawat. Di antara karya tersebut adalah sebagai berikut. 
1. Hizb Nahdhat al-Wathan (Doa dan wirid kaum pria).
2. Hizb Nahdhat al-Banat (Doa dan wirid kaum 
wanita). Kedua hizib tersebut merupakan 
kumpulan doa yang diambil dari Alquran, 
Hadits, dan para imam. 
3. Shalawat Nahdhatain (Shalawat iftitah dan 
khatimah).
4. Thariqat Hizb Nahdhat al-Wathan (Wirid 
harian).
5. Ikhtishar Hizb Nahdhat al-Wathan (Wirid 
harian).
6. Shalawat Nahdhat al-Wathan (Shalawat 
iftitah).
7. Shalawat Miftah Bab Rahmatillah (Wirid dan 
doa).
8. Shalawat Mab’uts Rahmatan li al-‘Alamin
(Wirid dan doa).
9. Dan masih banyak lagi wirid dan doa lainnya. 
Pada ajang HULTAH NWDI, NBDI, dan NW 
beliau biasanya memberikan kumpulan doa 
yang isinya biasanya disesuaikan dengan 
keadaan bangsa dan negara. Beliau selalu 
mengajak jamaahnya untuk mendoakan 
bangsa, agama, dan negara ini. 

Keadaan beliau sebagai seorang ulama yang 
memiliki ilmu agama yang mendalam dilengkapi juga dengan kecintaan beliau dalam bersastra. Kecintaan tersebut merupakan kegemaran beliau sejak masih kecil. 

Berikut adalah karya beliau dalam bentuk 
lagu perjuangan dan dakwah dalam bahasa Arab, Indonesia, dan Sasak.
1. Wasiat Renungan Masa I dan II (Nasihat dan 
petunjuk perjuangan untuk warga Nahdlatul 
Wathan).
2. Ta’sis NWDI (Anti Ya Pancor Biladi)
3. Imamuna asy-Syafi’i
4. Ya Fata Sasak
5. Ahlan bi Wafdi Zairin
6. Tanawwar
7. Mars Nahdlatul Wathani
8. Bersatulah Haluan
9. Nahdlatain
10. Pau Gama’
11. Dan masih banyak lagi.

Dalam berjuang dan berdakwah mengajak 
kaumnya atau masyarakat Sasak, beliau sampaikan dalam sajak-sajak lagu baik berbahasa Indonesia maupun bahasa Sasak, bahkan berbahasa Arab. Karakter sastrawi juga sangat melekat pada diri beliau. 

Jasa Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin 
Abdul Madjid

Pengabdian Tuan Guru Kiai Haji Muhammad 
Zainuddin Abdul Madjid tidak hanya beliau 
persembahkan untuk kaum Sasak atau ummat 
Islam warga Nahdlatul Wathan saja, melainkan 
untuk seluruh ummat Islam, bangsa, dan negara ini juga. Hal tersebut dapat dilihat dari peran dan jasa pengabdian beliau dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peran dan jasa pengabdian tersebut tersebut adalah sebagai berikut. 
1. Pada tahun 1934 mendirikan Pesantren al Mujahidin
2. Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
3. Pada tahun 1943 mendirikan Madrasah NBDI
4. Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
5. Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
6. Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji 
dari Negara Indonesia Timur
7. Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota 
delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
8. Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
9. Pada tahun 1952 Ketua Badan Penasehat 
Masyumi Daerah Lombok
10. Pada tahun 1953 mendirikan organisasi 
Nahdlatul Wathan
11. Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW pertama
12. Pada tahun 1953 merestui terbentuknya 
partai NU dan PSII di Lombok
13. Pada tahun 1954 merestui terbentuknya 
PERTI Cang Lombok
14. Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante 
RI hasil Pemilu I (1955)
15. Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
16. Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA 
(Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
17. Pada Tahun 1965 mendirikan Ma’had Dar 
al-Quran wa al-Hadits al-Majidiyah asySyafi’iyah
Nahdlatul Wathan
19. Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR 
RI hasil Pemilu II dan III
20. Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat 
Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
21. Pada tahun 1974 mendirikan Ma’had li alBanat
22. Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang 
Syara’ Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram 
(sampai 1997)
23. Pada tahun 1977 mendirikan Universitas 
Hamzanwadi
24. Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas 
Hamzanwadi
25. Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi
26. Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi
27. Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi 
Ilmu Syari’ah Hamzanwadi
28. Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan 
Pendidikan Hamzanwadi
29. Pada tahun 1987 mendirikan Universitas 
Nahdlatul Wathan Mataram
30. Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi 
Ilmu Hukum Hamzanwadi
31. Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi 
Ilamu Dakwah Hamzanwadi
32. Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
33. Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama 
Islam Hamzanwadi
34. Beliau mendapat penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Suharto
35. Pada tahun 2017, beliau dianugerahi Gelar 
Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan 
Presiden Republik Indonesia nomor 115/TK/
Tahun 2017
36. Dan banyak lagi peran beliau dalam mendirikan lembaga-lembaga. 

Wafatnya Tuan Guru Kiai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid


Hari wafatnya Tuan Guru Kiai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid merupakan hari duka
tidak hanya bagi Warga Nahdlatul Wathan tetapi
menjadi duka juga bagi ummat Islam. Sang putra Selaparang yang telah mengukir sejarah sebagai murid tercerdas sepanjang zaman Madrasah Asshaulatiah dan sangat dikagumi dan dicintai oleh guru-guru beliau yang merupakan ulama-ulama besar para wali Allah, telah kembali ke rahmatullah. Akan tetapi, jasa jasa beliau akan tetap dikenang
sebagai Abul Madaris wal Masajid.
 
Beliau adalah ulama besar yang membangunkan
masyarakat Sasak dari tidur panjangnya dalam
kebodohan, keterjajahan, dan kesesatan. Beliau 
adalah mujahid pemberani yang mengajak ummat Islam melawan kebodohan, penjajahan, dan kesesatan. Beliau adalah seorang pembaharu yang menginpirasi kaumnya untuk membuka akses pendidikan selebar-lebarnya sampai ke pelosokpelosok.

Hari itu adalah Selasa, malam Rabu, 20 
Jumadil Akhir 1418 H. yang bertepatan dengan 
tanggal 21 Oktober 1997 M. dalam usia 99 tahun 
menurut kalender Masehi atau usia 102 tahun 
menurut Hijriah, sang ulama besar, wali Allah, 
Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kediaman beliau di dalam kompleks pondok pesantren Hamzanwadi Nahdlatul Wathan di Desa Pancor, Lombok Timur. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga yang berada di dalam kompleks pondok pesantren. 

1000 lebih madrasah dengan jutaan murid 
menjadi saksi kebesaran perjuangan beliau untuk pendidikan, ummat Islam, agama, bangsa, dan negara ini. Perjuangan beliau kini dilanjutkan oleh kedua anaknya yaitu Hajjah Siti Rauhun Abdul Madjid dan Hajjah Siti Raihanun Abdul Madjid, serta cucu-cucu beliau dan jutaan murid yang tersebar di seluruh Nusantara. Wallahualam bissawab.



DAFTAR PUSTAKA
Akun Face Book : Fahrurrozi Abu Raziki
Hamzanwadi. Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru.
http://www.muslimedianews.com/2013/09/manaqib-tuanguru-kh-muhammad-zainuddin.htm
diunduh pada tanggal 29 September 2017 pukul 13.58 WITA. 
Nazam Batu Ngompal dan Biografi Pendiri Nahdlatul Wathan (Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid) (1994). Jakarta: NW Jakarta.
nw.or.id
Tarikat Hizib Nahdlatul Wathan terbitan NW Jakarta.
Thohri, Muhammad, dkk. 2015. Keagungan Pribadi Sang Pencinta Maulana. Mataram: PBNW.
Thohri, Muhammad, dkk. 2015. Menyusuri keagungan cinta maulana. Mataram: PBNW. Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin abdul Madjid.
Nazam Batu Ngompal. Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin abdul Madjid. 


BIOGRAFI PENULIS
Muhammad Shubhi lahir di Bagik Polak,
Lombok Barat, pada 22 Mei 1980. Putra dari
pasangan H. Achmad Rifai dan Hj. Rodiyatan
Mardiyah ini mengenyam pendidikan pertamanya di MI NW Bagik Polak, kemudian melanjutkan ke MTs NW Bagik Polak. Setelah itu, ia melanjutkan ke MAK NW Pancor. Setelah mendapatkan gelar S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2006 ia lulus menjadi PNS di Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat dan sejak tahun 2013 ia diangkat menjadi Fungsional Peneliti. Di kantor inilah ia mengabdikan diri sambil menimba pengalaman dalam bidang penelitian bahasa dan sastra. Kini ia memiliki putra, M. Rifa Alsira Arja dan putri, Darisa Anjumana Latifa dari istri yang bernama Musyarrofah.



Biografi Tokoh
Untuk Pendidikan Menengah

TUAN GURU KIAI HAJI
MUHAMMAD ZAINUDDIN
ABDUL MADJID
 
Diceritakan kembali oleh Muhammad Shubhi

Penanggung Jawab
Dr. Syarifuddin, M.Hum.
(Kepala Kantor Bahasa NTB)

Diterbitkan oleh
Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat
Jalan Dokter Sujono, Kelurahan Jempong Baru,
Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, NTB
Telepon: (0370) 623544, Faksimili: (0370) 623539