LOMBOK TIMUR Radarselaparang.com || Ketua Umum Serikat Nelayan Independen (SNI), Hasan Gauk, yang sudah menghibahkan hidup serta pemikirannya untuk masyarakat pesisir. semenjak menyelesaikan pendidikannya di Yogyakarta, Hasan Gauk pulang kampung dan menekuni pekerjaan sebagai Nelayan dan pemerhati masyarakat pesisir. Hasan Gauk, Ketua Umum Serikat Nelayan Independen (SNI)
Hasan Gauk dengan tegas menyebutkan bahwa, Permen 7 tahun 2024 ini jauh lebih bagus dibandingkan Permen KP sebelumnya. Namun ada beberapa permasalahan yang harus segera dibenahi, baik dalam pengelolaan Benih Bening Lobster oleh Badan Layanan Umum Situbondo (BLU) dan Perusahaan Joint Venture (JV) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai eksportir.
"Saya meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan audit menyeluruh kepada Perusahaan Joint Venture (JV) yang ditunjuk untuk melakukan budidaya, baik di dalam dan luar negeri. Saya melihat ada monopoli besar-besaran yang dilakukan oleh oligarki yang bernaung pada Perusahaan Joint Venture (JV) dan tentu ini sangat merugikan masyarakat nelayan dan Negara." Beber Hasan Gauk.
Hasan Vauk berharap agar KPK dan Kejaksaan Agung turun untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh Perusahaan yang telah ditunjuk, mengingat, ada kuota sejumlah 493 juta Benih Bening Lobster, berapa persen yang sudah disetorkan ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dikatakan Hasan, Kebocoran-kebocoran yang sering disampaikan Prabowo Subianto itu benar adanya. Salah satunya dalam pengelolaan Benih Bening Lobster. Para mafia black market yang sampai hari ini masih terus berkeliaran. Sudah ada ratusan triliun kerugian yang dialami negara, dan ini harus segera di stop.
Menurut Hasan Gauk, Ada beberapa kejanggalan yang ditemukan di daerah, misalnya seperti Perusahaan Joint Venture (JV) yang langsung turun ke nelayan untuk melakukan pembelanjaan, sementara yang memiliki wewenang dalam peraturan Permen 7 tahun 2024 ini adalah BLU. Lewat koperasi, Benih Bening Lobster dikirim ke BLU, semestinya JV tinggal menunggu, mereka melakukan pembelian Benih Bening Lobster di BLU.
Selanjutnya, harga yang diberikan oleh BLU di tiap-tiap daerah juga berbeda-beda, ini salah satu pemantik munculnya pemain Black Market baru. Seharusnya, keseragaman harga harus dilakukan secara nasional. Evaluasi besar-besaran harus segera dilakukan, baik pada BLU dan JV, ini semata-mata agar Permen 7 tahun 2024 ini berjalan sesuai aturan dan negara harus mendapatkan pemasukan yang besar dari berkah laut ini.
"Permen 7 tahun 2024 ini jangan sampai dijadikan topeng oleh segelintir orang, hanya dijadikan tempat berkumpulnya para oligarki untuk menguasai pasar dengan dalih untuk kesejahteraan masyarakat nelayan, padahal kenyataannya di lapangan, masyarakat nelayan hanya dijadikan tumbal," ucap Hasan Gauk di Jerowaru saat ditemui dikediamannya, Rabu (4/9/2024).
Lebih tegas, Hasan Gauk menyampaikan, Permen 7 tahun 2024 ini jangan sampai dijadikan alat legitimasi kekuasaan oleh para bos-bos mafia black market yang dulu merasa kuwalahan dalam melakukan pengiriman Benih Bening Lobster ke negara Vietnam dengan berkongsi melakukan kejahatan berjamaah menggunakan dokumen Negara. Oleh karena itu, kami meminta Presiden Jokowi Dodo dan Presiden terpilih, Prabowo Subianto untuk segera melakukan evaluasi di dalam tubuh BLU dan JV dalam menjalankan peraturan Permen 7 tahun 2024.
Peraturan Menteri KKP terkait Permen 7 tahun 2024 ini sangat memiliki dampak yang begitu besar dalam merubah ekonomi masyarakat pesisir, nelayan tangkap yang sudah bertahun-tahun tidak memiliki pekerjaan kini memiliki harapan baru, harapan masa depan untuk keluarga mereka. Namun sayangnya, mekanisme yang masih amburadul membuat masyarakat nelayan tidak berani berharap banyak.
"Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia seharusnya memiliki kekuatan penuh dalam aturan yang dibuatnya. Bukan malah disetir oleh oligarki, baik Pengusaha dalam negri dan pengusaha Vietnam itu sendiri untuk menentukan harga yang diberikan ke nelayan," terang Hasan Gauk.
Dengan Permen KP 7 tahun 2024 ini, seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai penentu kebijakan sepenuhnya. Bukan malah dikendalikan oleh JV sebagai penentu harga di nelayan.
Dijelaskan Hasan Gauk, Sebagai pengendali kebijakan, KKP harusnya berpihak kepada nelayan, bukan sebaliknya. Penetapan harga yang tidak stabil dan berbeda-beda tiap daerah memunculkan kelabilan KKP dalam mengambil keputusan. Ini tentu sangat merugikan masyarakat nelayan dan penghasilan negara dikebiri. Bagaimana masyarakat nelayan bisa sejahtera kalau KKP masih dapat ditekan oleh Perusahaan Joint Venture (JV).
Kestabilan harga yang tidak berubah-ubah akan mampu mensejahterakan nelayan, bukan seperti mekanisme yang hari ini terjadi yang malah semakin menjerumuskan nelayan ke jurang kemiskinan.
Negara tidak boleh membiarkan masyarakat terus berada diambang kemiskinan, sumberdaya alam kita begitu melimpah, seharusnya negara hadir sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat nelayan, Negara tidak boleh tersandera oleh kepentingan oligarki, ekonomi biru harus menjadi prioritas kesejahteraan masyarakat pesisir.
"Serikat Nelayan Independen akan terus bersuara, mengawal, dan mengawasi setiap kebijakan Pemerintah. Hak-hak nelayan harus dilindungi, dan masyarakat nelayan harus mendapatkan keadilan seadil-adilnya," tutupnya Hasan Gauk. (RS)